Aliran Critical Legal Studie & Aliran Sosiological Jurisprudens | Antropologi Hukum | Blog GambarDua
Assalammu'alaikum wr.rb Kali ini Saya Akan Berbagi Untuk Bahan Makalah Untuk Mata Kuliah Antropologi Hukum Langsung di Baca Gays
1.
Aliran
Critical Legal Studi
Aliran teori hukum kritis lahir sebagai rasa
ketidakpuasan terhadap teori-teori hukum yang memiliki landasan bahwa teori
hukum dan ilmu hukum memiliki sistem. Menurut aliran teori hukum kritis,
hukum tidak tersistem atau nonsistemik, sehingga hukum tidak
netral. Selain itu, ajaran hukum kritis juga kurang mempercayai
bentuk-bentuk kebenaran yang abstrak dan pengetahuan yang benar-benar
objektif, oleh karena itu ajaran hukum kritis menolak ajaran-ajaran dalam
aliran positivisme hukum.
Dengan kata lain, dalam pengkajian hukum, teori hukum
kritis menekankan perlunya kajian hukum yang tidak terbatas pada
penelaahan materi dari suatu aturan hukum atau undang-undang, akan
tetapi juga harus mempertimbangkan seluruh aspek dalam kehidupan masyarakat dan
hukum. Salah satu pendekatan yang masuk dalam aliran hukum kritis adalah
pendekatan Teori Ekonomi tentang Hukum (The Economic Analysis of Law).
Pendekatan teori ekonomi terhadap hukum,
sebagaimana yang terdapat dalam Jurisprudence:
Hilaire McCoubrey and Nigel D White meliputi: 1.The Antecedents of The
Economic Approach (Peristiwa-peristiwa Terdahulu dari Pendekatan
Ekonomi) terdiri dari Realism Critical Legal Studies dan
Utilitarianism, 2. Different Conceptions Within The School
(Perbedaan Konsep dalam Sekolah) terdiri dari The Coase
Theorrem (Teori Coase), Efficiency and Equity (Teori Efisiensi dan
Keadilan), 3. Posner’s Economic Analysis (Analisis Ekonomi
Posners) terdiri dari The Economic Approach and and Legislation (The
Pendekatan Ekonomi dan Pembuatan Undang-Undang), The Economic Approach and
and Legislation (Pendekatan Ekonomi terhadap Hukum Adat), Contract Law
(Hukum Kontrak), dan Criminal Law (Hukum Pidana), 4.
Wealth As A Value (Kekayaan sebagai sebuah Nilai) dan 5. An
Assessment of The Chicago School (Penilaian mengenai Aliran Pemikiran
Chicago).
Aliran
hukum kritis ini mencoba mengemas sebuah teori yang bertujuan melawan
pemikiran yang sudah mapan khususnya mengenai norma-norma dan standar
hukum yang sudah built-in dalam teori dan praktek hukum yang
selama ini ada, yang cenderung untuk diterima apa adanya (taken for
granted), yaitu norma-norma dan standar hukum yang didasarkan pada
premis ajaran liberal legal justice. Penganut aliran ini percaya
bahwa bahwa logika dan struktur hukum muncul dari adanya power
relationships dalam masyarakat. Kepentingan hukum adalah untuk mendukung (support)
kepentingan atau kelas dalam masyarakat yang membentuk hukum tersebut. Dalam
kerangka pemikiran ini, mereka yang kaya dan kuat menggunakan hukum
sebagai instrumen untuk melakukan penekakanan-penekanan kepada masyarakat,
sebagai cara untuk mempertahankan kedudukannya. Oleh karena itu hukum
hanya diperlakukan sebagai ‘a collection of beliefs’.
Pada
dasarnya aliran teori hukum kritis menitikberatkan pada pemikiran,
bahwa terbentuknya suatu hukum merupakan proses interaksi dan negosiasi antar
berbagai kepentingan dalam masyarakat dan negara. Oleh karena
itu, hukum dinyatakan tidak netral dan tidak
objektif, tapi sebaliknya dikatakan subyektif dan sarat dengan pertimbangan
politik. Dengan demikian aliran teori hukum kritis, menggunakan berbagai
pendekatan dalam memahami hukum. Beberapa pendekatan yang masuk dalam
kelompok aliran teori hukum kritis antara lain adalah
Realisme Hukum, aliran atau gerakan Studi Hukum Kritis (CLS), Teori Feminisme
tentang Hukum, dan Teori Ekonomi tentang Hukum.
2. Aliran Sosiological Jurisprudens
Aliran Sociological
Jurisprudence bahwa titik pusat dari perkembangan hukum itu tidak
terletak pada pembuat undang-undang atau ilmu hukum, tidak pula berpangkal dari
putusan hakim, tetapi berpangkal dari masyarakat itu sendiri. Hukum yang baik
adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat. Kata
sesuai berarti bahwa hukum itu mencerminkan nilai-nilai atau norma-norma yang
hidup di dalam masyarakat.
Sociological jurisprudence
menekankan perhatiannya pada kenyataan hukum daripada kedudukan dan fungsi
hukum dalam masyarakat. Kenyataan hukum pada dasarnya adalah kemauan publik,
jadi tidak sekedar hukum dalam pengertian law in books tetapi sesuai kebutuhan
masyarakat hukum demi terciptanya kepastian hukum (positivism law) dan living
law sebagai wujud penghargaan terhadap pentingnya peranan masyarakat dalam
pembentukan hukum dan orientasi hukum. Peran strategis hakim dalam perspektif
sociological jurisprudence adalah menerapkan hukum tidak hanya dipahami sebagai
upaya social control yang bersifat formal dalam menyelesaikan konflik, tetapi
sekaligus mendesain penerapan hukum itu sebagai upaya social engineering. Tugas
yudisial hakim tidak lagi dipahami sekedar sebagai penerap undang-undang
terhadap peristiwa konkrit (berupa berbagai kasus dan konflik) atau sebagai
sekedar corong undang-undang (boncha de la loi) tetapi juga sebagai penggerak
social engineering.
Aliran hukum ini menggunakan
pendekatan hukum ke masyarakat. Aliran ini berbeda dari sosiologi hukum yang
merupakan cabang sosiologi yang melakukan pendekatan masyarakat ke hukum.
Menurut aliran ini hukum yang baik haruslah sesuai dengan hukum yang hidup
dalam masyarakat. Jadi ada dua hukum yaitu hukum positif yang kemudian menjadi
hukum yang baik atau tidak baik dan hukum yang hidup dalam masyarakat (the
living law/Das lebendiges Recht) yang bukan merupakan hukum positif.
Ada perbedaan antara hukum positif dan hukum yang hidup (the living
law) dalam masyarakat itu. Hukum positif adalah peraturan
perundang-undangan sebagaientsheidungsnormen atau norma-norma
keputusan, sementara itu, hukum yang hidup adalah kenyataan sosial
sebagai Rechtsnormen (norma hukum).
Mengapa sociological jurisprudenc epenting untuk
dikembangkan di Indonesia yang menganut positivisme hukum? Filosofisociological
jurisprudence adalah hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan
hukum yang hidup dalam masyarakat. Dalam masyarakat Indonesia ada tiga hukum
yang hidup dalam masyarakat yaitu hukum warisan Belanda, hukum adat dan hukum
islam. Dengan adanya UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi artinya
pembentukan hukum ini tidak sesuai dengan hukum adat (adat istiadat) masyarakat
Indonesia mengingat bangsa Indonesia adalah multicultural tetapi dibentuk
berdasarkan kepentingan politik dan kelompok-kelompok tertentu saja.
Merupakan hal yang wajar jika banyak pihak yang kontra
terhadap pembentukan undang-undang ini misalnya masyarakat Bali, Papua, Maluku
dan NTT. Hal ini dikarenakan pemerintah dalam membuat undang-undang ini hanya
memperhatikan unsure normatifnya saja (ratio) tetapi tidak memperhatikan unsure
empirisnya (pengalaman) sehingga secara hukum (positivisme hukum), adat
istiadat mereka dapat dipidana karena bertentangan dengan UU pornografi ini.
Sekalipun aliran hukum sociological
jurisprudence kelihatan sangat ideal, dengan cita hukum masyarakat
yang terus menerus berubah ini, karena mengutamakan bagaimana suatu hukum itu
menjadi baik dan sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat tetapi
aliran ini bukanlah tanpa kritik. Ada 3 kelemahan dari aliran hukum
ini yaitu[9]:
1. Aliran hukum ini tidak dapat memberikan kriteria yang jelas
yang membedakan norma hukum dari norma sosial yang lain.
2. Ehrlic meragukan posisi adat kebiasaan sebagai “sumber”
hukum dan adat kebiasaan sebagai suatu “bentuk” hukum.
3. Ehrlich menolak mengikuti logika perbedaan antara
norma-norma hukum Negara yang khas dan norma-norma hukum dimana Negara hanya
member sanksi pada fakta sosial.
Aliran positivisme yang sedang berkembang di Indonesia saat
ini tidak harus dihilangkan atau kemudian diganti dengan aliran hukum lain.
Tetapi dalam merumuskan suatu aturan tertulis unsur normatif (ratio) dan
empiric (pengalaman) harus ada. Kedua-duanya sama perlunya. Artinya hukum yang
pada dasarnya berasal dari gejala-gejala atau nilai-nilai dalam masyarakat sebagai
suatu pengalaman, kemudian dikonkritisasi menjadi norma-norma hukum melalui
tangan-tangan ahli hukum sebagai hasil kerja ratio, yang seterusnya
dilegalisasi atau diberlakukan sebagai hukum oleh Negara. Yang menjadi penting
adalah bahwa cita-cita keadilan masyarakat dengan cita-cita keadilan yang
dituju oleh penguasa harus selaras dan itu termanifestasikan dalam hukum.
0 komentar:
Post a Comment