Iklan

Thursday, October 3, 2019

MORALITAS HUKUM SEBAGAI PEMANDU KEADABAN | FILSAFAT HUKUM | Blog GambarDua

MORALITAS HUKUM SEBAGAI PEMANDU KEADABAN | FILSAFAT HUKUM | Blog GambarDua 



Assalammu’alaikum wr.rb kali ini saya akan membagikan Materi Moralitas Hukum Sebagai Pemandu Keadaban Pada Mata Kuliah Filsafat Hukum.

MORALITAS HUKUM SEBAGAI PEMANDU KEADABAN
Ide gagasan tentang hukum sebagai pemandu keadaban, bukanlah hal baru. Gagasan itu telah muncul sejak orang berpikir tentang logos yang diyakini sebagai jalan terang menujur nomor keteraturan, yang dibahas dalam moralitas hukum sebagai pemandu keadaban ialah kehendak hidup dalam suasana beradab Seluruh gagasan kontrak social baik yang bertolak maupun pandangan anarkisme .
            Tidak kebetulan, jika awal-awal pemikiran hukum, baik kehendak paling keras adalah mendidik manusia agar hidup dengan baik dan menjadi perilaku yang baik.Bagii mereka yang meyakini manusia agar hidup baik itu.Sedangkan bagi kubu anarkisme, hukum diproyeksi mengoreksi sebagai memandu ke jalan terangm jalan yang benar dan jalan yang baik. Dari sini muncul gagasan tentang fungsi kebudayaan dari hukum, yakni mengoreksi dan memfasilitasi
1.         1. Mission Sacree
Tidak  ada hidup bersama yang beradab dan beradil—yang dapat berkembang dan bertahan tanpa hukum. Hukum menjadi fondasi sekaligus perekat, yang mencegah masyarakat dari disintegrasi, yaitu hancur dan anarkisme
Debat antara pengikut Hobbes dan Locke mengenai bagaimana sebaiknya masyarakat dikelola,bisa membantu luka memahami misi hukum yang ada dalam masyarakat manusia. Baik kubu Hobbes maupun kubu Locke, sependapat bahwa manusia itu bebas, namun tidak bisa bertahan hidup hanya dengan kebebasannya itu.Masalahnya, sumber-sumber daya yang menunjang manusia itu sendiri terbatas.apabila manusia itu dibiarkan bebas tanpa batas maka sumber-sumber kehidupan yang terbatas itu, menurut locke hanya akan dinikmati oleh orang-orang yang kuat; atau menurut Hobbes akan menghantar manusia pada situasi war of against all, semua perang melawan semua.
Oleh karena itu mereka sependapat bahwa, kebeasan itu perlu diatur dan dibatasi.Dibatasi justru dengan maksud agar kehidupan itu sendiri dirawat dan dibagi.Namun dalam merawat dan membagi kehidupan itulah, kedua kubu bersimpang dan bersilang pendapat.
Locke berangkat dari keyakinan bahwa manusia itu mahkluk rasional.Berdasarkan akal budi itu, manusia mengatur kehidupan bersama antar mereka dengan membuat kontrak/perjanjian social.Untu merawat dan membagi kehidupan bersama itu, maka manusia membentuk Negara dan hukum.Dalam kehidupan bermasyarakat itu, manusia secara bebas, rela, dan sadar menyerahkan sebagian dari kebebasannya kepada negra yang dibentuk itu.Berdasrkan kontrak Negara diberi wewenang tertentu untuk mengatur kebebasan individu manusia.
Bagi locke, wewenang tertentu itu, disatu pihakn harus cukup besar sehingga pengaturan dapat dilaksanakan secara efektif. Namun, dipihak lain wewenang itu sendiri harus tidak mutlak, dan sewaktu-waktu dapat dirubah melalui kontrak baru tujuannya, menurut Locke adalah untuk menjamin dan melindungi kebebasan individual yang merupakan inti dari kehidupan manusia sebagai manusia, dati teori itulah, lahir apa yang disebut “negara/masyarakat demokrasi, dimana Negara mempunyai fungsi untuk melayani aspirasi serta kepentingan masyarakat, dan pada saat yang sama, masyarakat berfungsi menjamin serta melindungi kebebasan individual anggota-anggotanya. Alat utama yang dipakai untuk melindungi kebebasan tersebut, adalah hukum.
            Hobbes mempunyai pandangan yang berbeda dengan locke mengenai manusia. Menurut Hobbes, manusia mempunyai naluri dan dikendalikan oleh naluri homo homini lupus. Oleh karena itu, kebebasan individual adalah sesuatu yang deskrutif, sehingga mau tidak mau harus dibatasi, membatasi kebebasan individual manusia, yang apabila dibiarkan akan menghancurkan seluruh kehidupan manusia itu sendiri.
            Jadi maka dari itu dibutuhkan kekuasaan yang cukup besar yang mampu memaksa tiap individu menyerahkan kebebasannya demi hidup bersama yang damai.Kekuasaan yang besar itu, harus dipegang Negara, karena negaralah lembaga manusia satu-satunya yang mempunyai otoritas untuk memaksa.
Jadi dalam dua pandangan tersebut, tersirat dua pendekatan yang amat berbeda dengan fungsi hukum/Negara dalam merawat dan membagi kehidupan. Bagi Locke, hukum diperlukan untuk melindungi kebebasan manusia untu meraih kesejahteraan. Sengangkan bagi Hobbes, hukum yang sama diperlukan untuk menengkang naluri homo homini lupus sehingga tercipta hidup bersama yag tertub, aman dan damai. Model locke melihat fungsi yang terpenting dari hukum dan Negara, adalah untuk kesejahteraan, sedangkan model Hobbes melihat fungsi yang terpenting dalam hukum dan Negara, adalah untuk ketertiban.
Point dari model locke an Hobbes, adalah bahwa kebutuhan terhadap hukum, bersumber dari kebutuhan akan system hidup bersama mesti ditata secara beradab dan adil. Itulah moralitas hukum sebagai pemandu keadaban.Apabila kehidupann bersama tidak ditata secara adil, maka seperti dikatakan Locke, hanya “orang-orang kuat” yang bisa hidup Berjaya. Atau bahkan seperti dikatakan Hobbesm hanya akan menghantar menusia terlibat dalam perang total semua melawan semua perang.
Tanpa kita sadari, banyak ketidakadilan terjadi dalam masyarakat, karena hukum membiarkan ketimpangan structural atau berbagai kekuatan social diberbagai bidang. Kalau seorang pelaku kejahatan dicurigai akan melarikan diri, maka aparat dengan mudah mengenakan penaanan kepada yang bersangkutan. Sebalikanya, kalau kerugian (materil dan imateril) yang dialami seorang warga Negara akibat kesesatan peradilan (yang disengata maupun yang tidak disengaja), maka si korban harus menempuh prosedur khusus untuk memperlehnya, dan jumlahnya pun dibatasi sedemikian minimalnya.Dominasi atau kekerasan strukural telah melembagakan ketimpangan dalam pembagian hak dank arena itu melangar asas keadilan.Para pelanggan Listrik selalu dikenakan sanksi apabila jika terlambar membayar tagihan listrik ataupun lalai membayar. Sebaliknya, kalau listrik padam dan banyak pekerjaan terlantar serta alat-alat elektrik menjadi rusak, maka pelanggan sangat sulit meminta ganti rugi dengan cara yang sederhana.
Dominasi structural tersebut diatas merupakan ketidakadilan structural, karena truktur yang sudah membuat pihak yang satu lebih kuat, lebih unggul dan lebih enak (tanpa yang bersangkutan harus bersusah-susah payah untuk itu) , sementara pihak lain berada dalam kedudukan lebih lemah, lebih terbelakang, dan lebih berat (sekalipun yang berusaha berusaha dan mati-matian untuk memperbaiki keadaanya) . Pihak yang terakhir ini dipaksa oleh keadaan untuk menerima kodisinya yang lebih tidak menguntungkan . Ada suatu selisih  kekuasaan (power diffrental) yang menyebabkan pihak yang lebih lemah harus terus menerus menerima paksaan dari pihak yang lebih kuat, tanpa melawan atau melakukan negosiasi untuk perbaikan keadaan.
Hidup bersama yang aman, yang damai, yang tertib yang adil, dan yang sejahtera, hanya mungkin terwujud secara nyata jika “penataan keadilan” dilakukan secara baik. Tugas menata hidup yang beradab dan berkeadilan itulah yang dimaksud dalam Mission Sacree
Dapat dikatakan “Hukum Sebagai Hukum” , hanya apabila peraturan hukum berisi penataan keadilan yang dirumuskan secara tegas dan pasti, sehingga bermanfaat secara nyata.
Tanpa Idealisme, maka hukum mudah berbelok dan dibelokkan jadi alat kejahatan, Tanpa panduan idealism, hukum dapat diperalat untuk maksud dan tujuan-tujuan jahat. Marx, ketika mencap hukum sebagai an evil thing, justru karena kehampaan idealism dan memilih jadi hamba capital.Pengadilan menjadi mimbar penindasan (yang kuat mengadili yang lemah) justru karena hukum dijalankan tanpa idealism.
Idealisme adalah visi yang bermakna, ia memberi titik tolak dan arah mengapa, apa, untuk apa dan bagaiaman hukum hukum sampai bersifat seharusnya bertugas. Dengan begitu, hukum bukanlah sekedar kumpulan norma yag bebas arah tanpa arah yang tegas. Sebaliknya, ia merupakan tatanan yang dikemas sedemikian rupadalam spirit tertentu. Idealisme  itulah  yang memasok system hukum motivasi, mendukungnya dengan cita-cita, ideal-ideal, nilai-nilai, sebaliknya.
2.     2. Misi Keadaban Dalam Beberapa Teori
Trio filsuf Athena, Socrates, Plato, dan Aristoteles, berbicara tentang keutamaan, yang menunjuk pada keluhuran jiwa, hidup terhormat, tidak menyakiti orang lain cinta kebenaran, respek pada keadilan, berlaku jujur, utamakan kepentingan umum, dan aspek pada hukum
Menurut Socrates tiap peraturan yang dibuat oleh Negara harus obyektif dan berisi kebijakan.Hukum tidak boleh diarahkan untuk melanggekan kepentingan-kepentingan hedonis individual dan penguasa, sebaliknya hukum harus mempromosi keutamaan. Hanya dengan begitu, maka eudaimonia bisa tercipta
Tugas Negara dan individu adalah mematuhi dan melaksanakan hukum yang telah ditetapkan itu, Individu maupun Negara, awajib setiap pada hukum, Sebab hukum berisi summon bunum tersebut, merupakan represntasi kepentingan umum, maka hukum yang demiikian itu berfungsi sebagai tiang Negara, hidup matinya Negara yang berate pula hidup matinya individu ditentukan oleh sejauh mana tiang itu dijaga dan dirawat, Itulah bagi Socrates “Ketaatan pada Hukum” Merupakan harga mati yang wajib dilakukan oleh Negara dan individu.
Menurut Socrates, Hakikat Negara bukanlah organisasi yang dibuat kepentingan diri sendiri, melainkan merupakan susunan obyektif untuk mencapai kebijakan dan keadilan.Negara bertugas membuat dan melaksanakan hukum-hukum yang obyektif yang mengandung keadilan bagi umum, bukan untuk melayani kepentingan manusia.
Sedangkan Individu manusia, menurut Socrates adalah mahkluk berbudi yang mengerti tentang yang baik dan yang buruk.Tidak hanya itu manusia juga merupakan warga Negara/masyarakat yang harus bertanggung jawab merperthankan kelangsungan eksitensi Negara/masyarakat itu.
Dalam konteks tanggung jawab itulah, baik Negara maupun individu harus memiliki spirit kebijakan.Negara harus mempunyai arête sebagai Negara.Demikian juga, manusia harus memiliki arête sebagai manusia. Hanya dengan begitu, maka komitmen bisa tercipta untuk merawat dan mempertahankan tiang Negara
Menurut Socrates Mengetahui kebenaran wajib melaksanakan kebenaran itu, Kejahatan menurut Socrates, adalah sebuah ketidaktahuan tentang kebenaran, sekaligus buah dari kegagalan tida menjalankan kebenaran tersebut. Pemikiran Socrates tersebut menjadi bawah refleksi bagi kita semua, kondisi Indonesia yang kian mengarah pada Negara gagal, untuk sebagian oleh karena hukum sebagai tiang Negara tidak lagi kokoh karena dirongong setiap saat oleh kita,baik sebagai elit maupun rakyat biasa. Elit dan rakyat negeri ini sangat miskin akan komitmen karena tidak memiliki spirit kebajikan (arête) kita perlu belajar pada Socrates bahwa tugas merawat dan menjaga hukum sebagai tiang negara.
Hukum sebagai hanya polis merupaka wahana yang diperlukan untuk mengarahkan manusia pada nilai-nilai moral yang rasional.Hanya dalam polis yang merupakan instusi logos (teratur, rasional, bermoral, dan mencerahkan) seorang individu dimungkinkan menjadi mahkluk moral yang rasional.Dengan meraih keadaan ini manusia dapat menikmati eudaimonia yang merupakan ultimum manusia.

Share:

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Blog GambarDua | Powered by Blogger Design by ronangelo