Iklan

Thursday, October 3, 2019

Kebijakan Pemerintah dalam Penertiban Izin Liingkungan Hidup | HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH | Blog GambarDua

Kebijakan Pemerintah dalam Penertiban Izin Liingkungan Hidup | HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH | Blog GambarDua 


KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, taufik serta Hidayahnya, sehingga saya pribadi dapat menyelesaikan makalah yang berjudul tentang “Kebijakan Pemerintah dalam Penertiban Izin Liingkungan Hidup” ini dengan baik, sebagai syarat untuk memenuhi  tugas dalam mata kuliah Hukum Pemerintahan Daerah.
Makalah ini disusun dari berbagai macam referensi dan bantuan dari berbagai pihak, dan saya juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak mengalami kekurangan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik  serta saran dari semua pembaca agar terciptanya makalah ini lebih baik lagi.

                                                                                                                                                (Kendari, 2 Agutus 2019)



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
     1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1
     1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 3
     2.1 Kebijakan Pemerintah dalam Menertbitkan Izin Lingkungan Hidup............... 3
     2.2 Izin Lingkungan yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor            27 Tahun 2012        4
BAB III PENUTUP.................................................................................................. 7
     3.1 Kesimpulan....................................................................................................... 7
     3.2 Saran................................................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 8


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
        Pencemaran, perusakan dan kerusakan lingkungan adalah masalah yang sangat serius bagi lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidupdalam sistem hukum Indonesia telah diatur dalamUndang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup - Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140 - Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059. (Selanjutnya disingkat UUPPLH). Menurut Undang-Undang ini, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang memengaruhi alam itu sendiri. Pasal 3 UUPPLH, menegaskan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan.
      Menurut Spelt dan Ten Berge izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan UU atau Peraturan Pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan (izin dalam arti sempit). Kemungkinan seseorang atau suatu pihak untuk melakukan suatu kegiatan tertentu tertutup kecuali diizinkan oleh pemerintah. Pemerintah dengan keputusan izinnya memperkenankan sesuatu yang sebetulnya tidak boleh dilakukan. Izin memperoleh kekuatan normatifnya hanya dari pemerintah dan karenanya juga diawasi oleh Pemerintah sebagai pemberi izin. Jadi pemerintahlah agen utama dalam hal perizinan sekaligus aktor yang berpotensi mengubah: yang tidak boleh menjadi boleh, dan yang sudah diizinkan bisa saja dicabut kembali izinnya. Suatu perbuatan atau kegiatan yang diizinkan sering dianggap sebagai perbuatan atau tindakan yang dilarang oleh aturan. Izin yang dikeluarkan untuk ini diinterpretasikan sebagai “pembolehan” terhadap perbuatan yang sebenarnya dilarang. Konotasi izin lalu menjadi negatif. Yang dimaksud adalah dilarang manakala tidak ada izinnya. Izin juga tidak sama dengan pembiaran. Kalau ada suatu aktivitas dari anggota masyarakat yang sebenarnya dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi ternyata tidak dilakukan penindakan oleh aparatur yang berwenang, pembiaran seperti itu bukan berarti diizinkan. Itu adalah tindakan ilegal. Ini banyak terjadi dalam realita, meskipun akibatnya belum tentu buruk bagi lingkungan.Pembiaran itu bukanlah esensi izin. Untuk dapat dikatakan sebagai izin harus ada keputusan yang konstitutif dari aparatur yang berwenang menerbitkan izin.
      1.2 Rumusan Masalah
      a. Bagaimanakah kebijakan pemerintah dalam menerbitkan izin lingkungan hidup?
      b.  Bagaimanakah Izin Lingkungan yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012?




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kebijakan Pemerintah dalam Menertbitkan Izin Lingkungan Hidup
      Izin mempunyai urgensi tertentu, yaitu sebagai landasan hukum (legal base), instrumen untuk menjamin kepastian hukum, sebagai instrumen untuk melindungi kepentingan, dan sebagai alat bukti dalam hal ada klaim. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) secara eksplisit menyebut perizinan sebagai bagian dari instrumen pencegahan pencemaran, perusakan dan kerusakan lingkungan hidup. Tujuan dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup seperti yang terurai diatas, hendak mengamanatkan pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang penting fungsinya baik untuk kesejahteraan maupun kelangsungan hidup semua makhluk hidup saat ini maupun yang akan datang, apalagi untuk saat ini kerusakan lingkungan secara global terlihat mengkhawatirkan, bahkan negara kita pun termasuk mengalami masalah tersebut.
Pertama, setiap orang dapat memperoleh izin ini, yaitu orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum (Pasal 1 butir 32). Keduanya bukan pembeda dalam memperoleh izin itu, karena dianggap sama akibatnya bagi lingkungan hidup. Filosofinya ialah, setiap orang punya kepentingan yang sama atas lingkungan dan karenanya menjadi subjek bagi izin.
Kedua, izin ini diberikan tidak kepada semua usaha atau kegiatan. Hanya yang wajib memiliki AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) atau yang wajib memiliki UKLUPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan HidupUpaya Pemantauan Lingkungan Hidup) yang wajib mempunyai izin lingkungan. Batasan yang ditentukan aturan ini cukup jelas. Tolok ukur untuk menentukan apakah suatu kegiatan wajib Amdal atau UKL-UPL ditentukan dalam Pasal 22 ayat (2) serta Pasal 34 dan 35 (yang ditindaklanjuti dengan Permen No. 5 Tahun 2012 tentang Kegitan yang Wajib Amdal dam Permen LH No. 13 Tahun 2010 tentang UKL-UPL dan SPPL).
Ketiga, izin tersebut dikaitkan dengan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, bukan demi semata-mata sahnya suatu perbuatan. Dengan demikian, logis bahwa lingkungan hidup dilindungi dan dikelola juga melalui mekanisme perizinan. UUPPLH implisit menyatakan bahwa tercemar dan tidaknya atau rusak dan tidaknya lingkungan hidup tergantung pada perizinan.
Keempat, dari pengertian izin lingkungan di atas yang juga penting ialah bahwa izin lingkungan sendiri merupakan syarat pemberian izin usaha. Dengan demikian izin lingkungan bukan izin terakhir, melainkan “izin syarat” bagi izin usaha. Usaha yang diberikan izinnya diasumsikan sebagai usaha legal dan terutama tidak mencemari atau merusak lingkungan, karena didahului dengan kajian AMDAL atau UKL-UPL. Jika dilihat dari urut-urutannya, maka pertama-tama dari AMDAL atau UKL-UPL kemudian keputusan kelayakan lingkungan (Pasal 31 jo. Pasal 36 ayat (2)), izin lingkungan dan izin usaha. Selain izin lingkungan ada pula izin-izin lain seperti HO, IMB, Izin Usaha Industri, Izin Lokasi, Izin Usaha Pertambangan, Izin Pemanfaatan Hasil Hutan, Izin Pembuangan Limbah, termasuk Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) dan lain-lain. Pada masa berlakunya UU No. 23 Tahun 1997 (UUPLH), semua izin ini termasuk dalam kategori “perizinan lingkungan.” Ketika itu tidak ada izin lingkungan sebagai nama dari izin tersendiri. Kini dalam UUPPLH ada “Izin Lingkungan” yang berbeda dari izin-izin yang disebutkan itu. Meskipun demikian, semua izin tersebut –meskipun tidak disebut sebagai “Izin lingkungan” berhubungan erat dengan izin lingkungan.
2.2 Izin Lingkungan yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012
Izin Lingkungan yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL, yaitu analisa mengenai dampak lingkungan serta upaya pengelolaan lingkungan.

“Ini berlaku pada setiap orang, tidak hanya kegiatan atau usaha swasta tapi juga dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan instansi pemerintah,” ucap Sekda Bulungan, Drs Syafril saat membuka Sosialisasi PP No 27/2012 yang dilaksanakan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Bulungan di ruang rapat Inspektorat, Rabu (30/09). Sosialisasi ini diikuti satuan kerja perangkat daerah di lingkungan Pemkab Bulungan, mulai dari dinas instansi hingga kecamatan se-Bulungan. Sekda berharap,  pembangunan yang dilakukan Pemkab Bulungan ke depan, khususnya kegiatan SKPD yang terkena kewajiban Amdal maupun UKL-UPL dapat dilengkapi Izin Lingkungan, sebagaimana amanat UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
“Jadi setelah sosialisasi ini, BLH termasuk setiap SKPD dapat menginventarisir kegiatan-kegiatan apa saja yang memerlukan dokumen Amdal dan ijin lingkungan,” ujarnya. Dengan begitu, ketika SKPD menyusun perencanaan kegiatan dapat sekaligus menganggarkan untuk kegiatan kajian lingkungan. Begitu pula dengan kegiatan swasta. Sebab ijin lingkungan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh ijin usaha, termasuk di dalamnya ijin usaha berupa ijin operasi dan ijin konstruksi. Pelanggaran terhadap kegiatan atau usaha yang tidak memiliki izin lingkungan diatur dalam pasal 109 UU 32/2009, yaitu pidana penjara 1 sampai 3 tahun serta denda Rp1 miliar hingga paling banyak Rp3 miliar.
“Pada PP 27/2012 sudah ada integrasi izin lingkungan dalam proses Amdal dan UKL-UPL,” terang Nurlaila Arumsari Sihombing, ST, Kasubid Evaluasi pada Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Ia melanjutkan,  izin lingkungan diperoleh setelah melalui tahapan kegiatan yang meliputi penyusunan Amdal dan UKL-UPL. Maka setiap usaha dan atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL otomatis juga wajib memiliki izin lingkungan. Prosedurnya dimulai dari penyusunan Amdal dan UKL-UPL, penilaian Amdal dan pemeriksaaan UKL-UPL, lalu permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan.

“Kita targetkan akhir 2015 ini kegiatan di dinas instansi sudah bisa menerapkan kajian lingkungan karena pada 2016 sudah bisa dikenakan sanksi pidana berdasarkan UU yang berlaku,” tandasnya. Ia menambahkan, kebijakan penegakan hukum terhadap usaha dan atau kegiatan yang tidak memiliki dokumen lingkungan hidup juga dilakukan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2010 dan Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup tanggal 27 September 2013.
“Dimulai dari penerapan sanksi administrasi berupa teguran tertulis dan perintah membuat dokumen lingkungan hidup,” imbuhnya. Waktu penyelesaian pembuatan dokumen lingkungan hidup yaitu 6 bulan sejak sanksi teguran tertulis diterbitkan. Jika tidak menyelesaikan kewajiban sampai 6 bulan setelah mendapat sanksi administratif maka dikenakan pasal 109 UU 32/2009. (Gian-Hms).




BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
      Tujuan dari Pemerintah membuat atau mengambil kebijakan tersebut ialah untuk mencegah terjadinya pencemaran, perusakan dan kerusakan lingkungan hidup. Dalam ketentuan KLHS disebutkan mengenai perhatian Pemerintah Daerah terhadap ekosistem (daerah yang bersangkutan). Selain itu, dalam melakukan kajian, pemerintah harus menggunakan prinsip-prinsip seperti kehati-hatian (precautionary principle). Ini adalah prinsip penting yang berarti bahwa Pemerintah Daerah harus cermat dan hati-hati dalam mengeluarkan kebijakan perizinan bagi suatu kegiatan atau usaha.. Pemerintah setempat tidak tergesa-gesa mencabut larangan penambangan pasir misalnya karena desakan warga, sebab dampaknya bisa merugikan lingkungan. Termasuk kebijakan di sini ialah, ketika Pemerintah Daerah ragu-ragu atau tidak memiliki kepastian akan dampak dari suatu kegiatan atau usaha, maka pilihannya ialah “tidak buru-buru” mengeluarkan izin.
3.2 Saran
      Pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan penyelenggaraan perizinan dan non perizinan, yang proses pengelolaannya dilakukan secara terpadu dalam satu tempat, dengan menganut prinsip kesederhanaan, transparansi, akuntabilitas, dan menjamin kepastian biaya, waktu, serta kejelasan prosedur. Dengan konsep itu diharapkan pemerintah senantiasa melayani masyarakat dengan baik.



DAFTAR PUSTAKA

Share:

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Blog GambarDua | Powered by Blogger Design by ronangelo