HUKUM DAN KEADILAN | FILSAFAT HUKUM | Blog GambarDua
KATA
PENGANTAR
Dengan menyebut nama
Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji
syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah
tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.
Makalah ini telah kami
susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga
dapat memperlancar pembuatan makalah kami. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Terlepas dari semua itu,
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap
semoga makalah kami tentang hubungan hukum dengan keadilan ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap teman-teman semua.
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar................................................................................................................. i
Daftar
Isi........................................................................................................................ ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.......................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah.................................................................................................... 2
C. Tujuan...................................................................................................................... 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertain
Hukum dan Keadilan.............................................................................. 4
B.
Hubungan Hukum dengan Keadilam........................................................................ 7
C. Keadilan
dalam Lingkup Nasional.......................................................................... 13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................ 15
B. Saran...................................................................................................................... 16
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Indonesia,
adalah Negara Hukum yang berdasarkan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, itulah cita-cita dasar para founding father bangsa ini.
Negara yang tatanan masyarakatnya sadar hukum, menjadikan hukum sebagai
panglima yang mampu menjamah seluruh rakyat Indonesia tanpa pandang ras,
jabatan dan strata sosialnya.
Sebagai mana kita ketahui bahwa di Negara kita masih terdapat
disana sini ketidakadilan, baik ditataran pemerintahan, masyarakat dan
disekitar kita, Ini terjadi baik karena kesengajaan atau tidak sengaja ini
menunjukkan Rendahnya kesadaran manusia akan keadilan atau berbuat adil
terhadap sesama manusia atau dengan sesama makhluk Hidup. Seandainya di negara
kita terjadi pemerataan keadilan maka saya yakin tidak tidak akan terjadi
perotes yang disertai kekerasan, kemiskinan yang bekepanjangan, peranpokan,
kelaparan, gizi buruk dll. Mengapa hal diatas terjadi karena konsep keadilan
yang tidak diterapkan secara benar, atau bisa kita katakan keadilan hanya milik
orang kaya dan penguasa.
Terciptanya kehidupan yang kondusif, nyaman, dan tentram
dalam berbangsa dan bernegara merupakan suatu momentum yang dinanti-nantikan
oleh sebagian besar penghuni republik ini. Adapun untuk mewujudkan cita-cita
tersebut adalah dengan cara mensterilisasi serta memperbaiki beberapa hal yang
memiliki pengaruh signifikan terhadap kehidupan masyarakat di negara ini, salah
satunya adalah masalah penegakan hukum.
Penegakan
hukum hakikatnya merupakan interaksi antara berbagai perilaku manusia
yang mewakili
kepentingan-kepentingan yang berbeda
dalam bingkai aturan yang
telah disepakati bersama. Oleh karena itu, penegakan hukum tidak dapat
semata-mata dianggap sebagai proses
menerapkan hukum sebagaimana pendapat kaum legalistik.[1]
Namun
yang terjadi pada saat ini jika kita mengamati,
melihat dan merasakan bahwa penegakan hukum di negara ini
berada pada kondisi yang
tidak menggembirakan. Masyarakat mempertanyakan kinerja
aparat penegak hukum. maka perlu dikaji lebih eklusif mengenai
masalah penegakan hukum, lebih spesifiknya mengenai keadilan karena banyak
spekulasi-spekulasi negatif yang berkembang di tengah masyarakat yang
mengatakan bahwa penegakan hukum saat ini sudah mulai menjauh dari keadilan
yang dicita-citakan oleh masyarakat.
Dalam
tulisan ini pemakalah akan mencoba membahas tentang hubungan keadilan dan
hukum, prespektik keadilan dalam lingkup nasional, serta bagaimana bentuk dari keadilan yang
diharapkan oleh masyarakat yang sejalan dengan hukum yang ada.
B. Rumusan
masalah
Adapun
rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah :
A.
Apakah
Pengertian hukum dan Keadilan ?
B.
Bagaimana
Hubungan hukum dan Keadilan ?
C.
Bagaimana Keadilan
Dalam Lingkup Nasional ?
C. Tujuan
A.
Untuk
mengetahui pengertian hukum dan Keadilan
B.
Untuk
mengetahui hubungan hukum dan Keadilan
C.
Untuk
mengetahui prespektif Keadilan Dalam
Lingkup Nasional
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hukum dan Keadilan
1.
Pengertian
Hukum
Hukum
sulit didefinisikan karena kompleks dan beragamnya sudut pandang yang akan
dikaji. Secara umum hukum mempunyai
arti himpunan peraturan yang dibuat oleh
yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang
mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan
menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya. Untuk mencapai tujuannya,
hukum harus difungsikan menurut fungsi-fungsi tertentu. Tegakkanlah hukum
walaupun besok akan kiamat, adagium ini mengisyaratkan begitu pentingnya hukum
ditegakkan dalam kondisi apapun. Penegakan hukum di Indonesia saat ini
dibutuhkan tidak hanya untuk membuktikan bahwa pemerintah peduli terhadap
penegakan hukum, tetapi yang lebih penting adalah untuk menciptakan kepastian
hukum di segala bidang.
Hampir
semua sarjana hukum memberikan definisi berbeda tentang hukum, sebagai
gambaran, Prof. Sudiman Kartohadiprojo S.H, lalu memberikan contoh-contoh
definisi Hukum yang berbeda-beda, sebagai berikut[2]:
a.
Prof.
Mr. E.M. Meyers
Hukum
adalah semua aturan yang ,mengandung pertimbangan kekususilaan, ditujukan
kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan menjadi pedoman bagi
pengusasa-penguasa Negara dalam melakukan tugasnya.
b.
Leon
Duguit
Hukum
ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya
penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai
jaminan dari kepentingan bersama dan jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama
terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
c.
Immanuel
Kant
Hukum
ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang
satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain,
menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.
Inilah
sebabnya mengapa hukum itu sulit diberikan definisi yang tepat, ialah karena
hukum itu mempubyai segi dan bentuk yang sangat banyak, sehingga tak mungkin
tercakup keseluruhan segi dan bentuk hukum itu dalam suatu definisi.
Selain
itu, beberapa sarjana Hukum Indonesia lain juga telah berusaha merumuskan
tentang apakah Hukum itu, yang diantaranya ialah:
a.
S.M.
Amin S.H.
Kumpulan-kumpulan
peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi disebut hukum,
dan tujuan hukum itu adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan menusia,
sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.
b.
J.C.T.
Simorangkir S.H. dan Woerjono Sastropranoto S.H.
Hukum
itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah
laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi
yang berwajib, pelanggaran terjadap peraturan-peraturan itu mengakibatkan
adanya tindakan dengan hukuman tertentu.
c.
M.H.
Tirtaatmidjaja S.H.
Hukum
ialah semua aturan yang harus dituruti dalam tingkah laku tindakan-tindakan
dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar
aturan-aturan itu, dan akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya
orang akan kehilangan kemerdekaannnya, didenda dan sebagainya.
Dari
beberapa perumusan tentang hukum yang diberikan oleh para srjana hukum di atas,
dapat diambil kesimpulan bahwa hukum itu itu meliputi beberapa unsur, seperti:
·
Peraturan
mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
·
Peraturan
itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.P
·
Peraturan
itu bersifat memaksa, dan
·
Sanksi
terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
2.
Pengertian
Keadilan
Menurut
kamus bahasa Indonesia, keadilan berarti perilaku atau perbuatan yang dalam
pelaksanaannya memberikan kepada pihak lain sesuatu yang semestinya harus
diterima oleh pihak lain[3].
Keadilan merupakan hal penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Keadilan merupakan salah satu prinsip dalam tujuan suatu negara; menyangkut;
keamanan, ketertiban, kesejahteraan umum, kebebasan, dan sebagainya. Dalam hal
ini, maka tujuan negara Indonesia adalah terpenuhinya keadilan bagi seluruh
rakyat Indonesia, sebagaimana yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan
Pancasila.
Masyarakat
tidak menyadari bahwa dalam kehidupan sehari-hari sudah merasakan keadilan.
Keadilan bukan hanya ada di ruang sidang tetapi dalam kehidupan masyarakat pun
ada. Konsep keadilan sudah ada sejak dahulu. Dahulu ada tiga orang filsuf
terkenal yang mengemukakan teori mengenai keadilan tersebut, yaitu Aristoteles,
Plato, dan Thomas Hobbes[4].
A.
Teori
Keadilan Menurut Aristoteles
Dalam
teorinya, Aristoteles mengemukakan lima jenis perbuatan yang dapat digolongkan
adil. Kelima jenis keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles itu adalah
sebagai berikut.
1)
Keadilan
Komutatif. Keadilan komutatif adalah perlakuan terhadap seseorang dengan tidak
melihat jasa-jasa yang telah diberikannya. Contoh Seorang Kepala Daerah yang
melanggar hukum maka akan dikenakan sangsi sesuai dengan pelanggarannya.
2)
Keadilan
Distributif. Keadilan distributif adalah perlakuan terhadap seseorang sesuai
dengan jasa-jasa yang telah diberikannya. Contoh Ali bekerja 10 tahun dan budi
bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan
Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja.
3)
Keadilan
Kodrat Alam. Keadilan kodrat alam adalah memberi sesuatu sesuai dengan yang
diberikan oleh orang lain kepada kita. Contoh Seseorang akan membalas dengan
kebaikan apabila seseorang tersebut melakukan hal yang baik pula
kepadanya.
4)
Keadilan
Konvensional. Keadilan Konvensional adalah kondisi jika seorang warga negara
telah menaati segala peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan. Contoh
Ketaatan warga negara dalam membayar suatu pajak
5)
Keadilan
Perbaikan. Perbuatan adil menurut perbaikan adalah jika seseorang telah
berusaha memulihkan nama baik orang lain yang telah tercemar. Misalnya, orang
yang tidak bersalah maka nama baiknya harus direhabilitasi. Contoh Seseorang
meminta maaf melalui media masa karena telah mencemarkan nama baik orang lain.
B. Teori Keadilan Menurut
Plato
Ada
dua teori keadilan yang dikemukakan oleh Plato, yaitu sebagai berikut.
1.
Keadilan
Moral. Suatu perbuatan dapat dikatakan adil secara moral apabila telah mampu
memberikan perlakuan yang seimbang (selaras) antara hak dan kewajibannya.
2.
Keadilan
Prosedural. Suatu perbuatan dikatakan adil secara prosedural jika seseorang
telah mampu melaksanakan perbuatan adil berdasarkan tata cara yang telah
ditetapkan.
C.
Teori
Keadilan Menurut Thomas Hobbes
Menurut
Thomas Hobbes, suatu perbuatan dikatakan adil apabila telah didasarkan pada
perjanjian-perjanjian tertentu. Artinya, seseorang yang berbuat berdasarkan
perjanjian yang disepakatinya bisa dikatakan adil. Teori keadilan ini oleh
Prof. Dr. Notonegoro, S.H. ditambahkan dengan adanya keadilan legalitas atau
keadilan hukum, yaitu suatu keadaan dikatakan adil jika sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku.
Keadilan
sosial sebagai cita-cita dan tujuan yang ingin diraih oleh bangsa dan negara
Indonesia, pencapaiannya harus diupayakan oleh seluruh warga bangsa dan negara
sesuai dengan profesi dan kemampuan masing-masing karena merupakan tanggung
jawab kita semua. Upaya pencapaian cita-cita dan tujuan bukan merupakan hal
yang mudah. Upaya ini memerlukan tekad yang kuat, komitmen, usaha yang keras,
produktif, gigih, rajin, tekun, ulet, dan efisien, juga didukung oleh sikap
adil yang tercermin pada nilai-nilai dan sikap penuh pengabdian, pengendalian
diri, dan sabar.
Hanya
dengan nilai-nilai dan sikap tersebut, prinsip keadilan dapat tumbuh dan
berkembang dalam kehidupan, baik kehidupan masyarakat, berbangsa, maupun
bernegara. Sebaliknya, tanpa nilai-nilai dan sikap tersebut maka keadilan hanya
akan menjadi slogan belaka, kosong tanpa makna.
adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang
antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan
kewajiban, atau dengan kata lain keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh
bagian yang sama dari kekayaan bersama. Berdasarkan kesadaran etis, kita
diminta untuk tidak hanya menuntut hak dan lupa menjelankan kewajiban, maka
sikap dan tindakan kita akan mengarah pada pemerasan dan memperbudak orang
lain. Sebaliknya pula jika kita hanya menjalankan kewajiban dan lupa menuntut
hak, maka kita akan mudah diperbudak atau diperas orang lain.
Keadilan
itu merupakan suatu perlakuan antara hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan
secara seimbang. Setiap orang ingin merasakan keadilan yang sama antara sesama
manusia. Adil dalam melaksanakan suatu keadaan atau masalah merupakan jiwa
seseorang yang memiliki jiwa social yag tinggi. Setiap warga Negara Indonesia
pun wajib memperoleh keadilan yang merata dengan yang lainnya sesuai dengan HAM
dalam bidang hokum, politik, ekonomi, dan kebudayaan.
Keadilan
dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia karena dalam
hidupnya manusia menghadapi keadilan atau ketidakadilan setiap hari. oleh sebab
itu keadilan dan ketidakadilan, menimbulkan daya kreativitas manusia. Maka dari
itu keadilan sangat penting untuk kehidupan sehari – hari, karena akan
mensejahterakan semua umat manusia. Keadilan terdapat dalam pancasila, terutama
dalam sila kelima yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Yang artinya seluruh warga Negara Indonesia berhak mendapatkan
keadilan yang merata dari pihak yang berwenang.
Jadi
antara hak dan kewajiban perlu diserasikan agar tercipta kehidupan yang
harmonis, karena kehidupan seperti itulah yang diinginkan oleh setiap umat
manusia. Setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang perlu dikerjakan
bersama – sama tanpa adannya berat sebelah yang artinya hak dan kewajiban harus
dilaksanakan secara seimbang.
Menurut
Soejono Koesoemo Sisworo, keadilan adalah keseimbangan batiniah dan lahiriah
yang memberikan kemungkinan dan perlindungan atas kehadiran dan perkembangan
kebenaran, yang beriklim toleransi dan kebebasan.
Sedangkan
menurut Suhrawardi K. Lubis dalam bukunya “Etika Profesi Hukum”, mengemukakan
bahwa Adil atau Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan seimbang antara hak dan
kewajiban[5].
Apabila ada pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban,
dengan sendirinya apabila kita mengakui hak hidup, maka sebaiknya kita harus
mempertahankan hak hidup tersebut dengan jalan bekerja keras, dan kerja keras
yang kita lakukan tidak pula menimbulkan keugian terhadap orang-orang, sebab
orang lain itu juga memiliki hak yang sama. Dengan pengakuan hidup orang lain,
otomatis kita wajib memberikan kesempatan kepada orang lain tersebut untuk
mempertahankan hak individunya.
Thomas
Aquinas seorang tokoh filsuf hukum alam, mengelompokkan keadilan menjadi dua,
yaitu:
1.
Keadilan
Umum, yaitu keadilan menurut kehendak undang-undang yang harus ditunaikan demi
kepentingan umum.
2.
Keadilan
Khusus, yaitu keadilan yang didasarkan pada asas kesamaan atau proposionalitas.
Keadilan khusus ini dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1)
Keadilan
distributif (justitia distributive) adalah keadilan yang secara proporsional
diterapkan dalam lapangan hukum publik secara umum.
2)
Keadilan
Komutatif adalah keadilan dengan mempersamakan antara prestasi dan
kontraprestasi.
3)
Keadilan
vindikatif adalah keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman atau ganti kerugian
dalam tindak pidana. Seorang dianggap adil apabila ia dipidana badan atau denda
sesuai besarnya hukuman yang telah ditentukan atas tindakan pidana yang
dilakukannya.
Antara
Hukum dan Keadlian saling terkait seperti dua sisi mata uang, hukum tanpa
keadilan dapat diibaratkan layaknya badan tanpa jiwa, sedangkan keadilan tanpa
hukum akan dilaksanakan sesuai dengan keinginan atau intuisi yang di dalam
mengambil keputusan mempunyai ruang lingkup dikresi yang luas serta tidak ada
keterkaitan pada perangkat aturan.
B. Hubungan Hukum dan Keadilan
Dalam
ilmu sosial ditegaskan bahwa manusia itu adalah makhluk yang
berkelompok/makhluk sosial. Maka manusia
saling membutuhkan satu sama lain, begitupun dalam membentuk sebuah aturan
untuk mengatur satu sama lain, yakni dengan menciptakan sebuah hukum. Ilmu
hukum tidak menjadi bagian ilmu alam, tetapi bagian dari ilmu manusia, dan
tidak dapat disangkal bahwa hukum sebagai norma adalah sebuah realitas ideal,
bukan realitas alamiah[6].
Hukum
sebagai kategori moral serupa dengan keadilan, pernyataan yang ditujukan untuk
pengelompokan sosial tersebut sepenuhnya benar, yang sepenuhnya mencapai
tujuannya dengan memuaskan semua. Rindu akan keadilan yang dianggap secara
psikologis, adalah kerinduan abadi manusia akan kebahagiaan, yang tidak bisa
ditemukanya sebagai seorang individu dan karenanya mencarinya dalam masyarakat,
yang mana kebahagiaan sosial dinamakan keadilan.
Kata
“keadilan” tentu saja juga digunakan dalam pengertian hukum, dari segi
kecocokan dengan hukum positif, terutama kecocokan dengan undang-undang. Jika
sebuah noram umum diterapkan pada satu kasus, tetapi tidak diterapkan pada
kasus sejenis yang muncul, maka dikatakan tidak adil, dan ketidakadilan
tersebut terlepas dari beberapa pertimbangan nilai norma umum itu sendiri.
Meurut pemakain kata-kata ini, menganggap sesuatu adil hanya mengungkapkan
nilai kecocokan relatif dengan sebuah norma, adil hanya kata lain dari kata
benar.
Hingga
kini, semua rumusan kata yang menunjukkan dan mengajarkan arti sebuah kedailan
(kebanyakan) hanya sia-sia belaka, atau hanya bersifat formalitas belaka,
seperti; “kerjakan kebaikan dan hindari kejahatan”, “bersikaplah
tengah-tengah”, dll.
Keadilan
merupakan salah satu tujuan hukum, disamping itu juga ada kepastian hukum dan
kemanfaatan. Idealnya, hukum memang harus mengakomodasikan kegiatanya. Putusan
hakim misalnya, sedapat mungkin merupakan kombinasi dari ketiganya. Sekalipun
demikian, tetap ada yang berpendapat diantara ketiga tujuan hukum tersebut ,
keadilan merupakan tujuan yang paling penting, dan hukum hanya merupakan
sarana. tetapi tidak berarti bahwa ketiganya selalu berada dalam keadaan
harmonis. Menurut Radbruch, ketiganya lebih sering berada dalam suasana hubungan yang tegang satu sama
lain. dalam bekerjanya seyogyanya
dilihat dalam konteks yang lebih besar daripada hanya dibicarakan dalam
konteks itu sendiri Berangkat dari situ
maka menjalankan sebuah aturan hukum
tidak dapat hanya dilakukan secara sistematis atau dengan cara yang disebut
“mengeja pasal-pasal undang-undang”.
Keadilan
dalam cita hukum yang merupakan pergulatan kemanusiaan berevolusi mengkuti
ritme zaman dan ruang. Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan yang
terdiri atas roh dan jasad memiliki daya rasa dan daya pikir yang keduanya
merupakan daya rohani. Diamana rasa berfungsi untuk mengendalikan
keputusan-keputusan akal agar berjalan diatas nilai-nilai moral, seperti
kebaikan dan keburukan. Jika hati suci, maka perbuatan akan baik, perbuatan
manusia akan berniali jika perbuatan tersebut baik dan bermanfaat yang lahir
dari bisikan hati yang suci, sehingga dengan demikian, nilai merupakan suatu
prinsip etik yang bermutu tinggi dengan pedoman bahwa keberadan manusia itu
harus memperhatikan kewajibanya untuk bertanggung jawab kepada sesamanya.
Kaum
sufis berpandangan bahwa manusialah yang seluruhnya menentukan isi
undang-undang, sehingga baik dan adil tidak tergantung pada aturan alam,
melainkan hanya keputusan manusia, dimana manusia adalah ukuran segala-galanya.
Manusia sebagai satu-satunya sumber yang menentukan apa yang baik dan apa yang
adil. Tetapi hal ini tidaklah berarti bahwa semua manusia (warga negara) yang
menentukan isi undang-undang negara, kareana hal itu hanya teruntuk orang-orang
yang berkedudukan sebagai pejabat negara. Maka jika terjadi kesewenang-wenangan
sangat wajar, karena orang-orang yang berkuasa akan membuat undang-undang yang
terkadang melindungi kepentinganya, kecuali teruntuk orang-orang yang memiliki
kesadaran hukum dan mempunyai hati nurani untuk sesama.
Plato
mengatakan bahwa manusia itu terdiri dari tiga unsur yaitu; pikiran, perasaan
dan nafsu. Jika ketiganya dapat berkombinasi dengan baik, maka akan
menghasilkan jiwa yang teratur. Hal itu dapat terjadi bila perasaan dan nafsu
dikendalikan dan ditundukkan pada akal, dan keadilan terletak dalam batas yang
seimbang antara ketiga bagian jiwa tersebut. Manusia menurut plato hanya dapat
berkembang melalui negara. Maka keutamaan yang tertinggi oleh manusia adalah
ketaatan kepada hukum negara. Segala sesuatu yang ditetapkan oleh undang-undang
adalah adil, sebab adil ialah suatu yang bersifat abstrak, dan setiap manusia
(warga negara) mempunyai pandangan keadilan yang berbeda, maka negara hadir
dengan menyelaraskan keadilan untuk sesama, Dalam mengartikan keadilan, menurut
plato bersifat kolektivistik yang memandang keadilan sebagai hubungan harmonis
dengan berbagai orgisme sosial. Maka setiap warga negara harus melakukan
tugasnya sesuai dengan posisi dan sifat alamiahnya.
Sementara
itu dalam pandangan islam Keadilan merupakan perpaduan harmonis antara hukum
dan moralitas, islam tidak bertujuan untuk menghancurkan kebebasan individu,
tetapi mengontrol kebebasan itu demi keselarasan dan harmonisasi masyarakat
yang trediri dari individu itu sendiri, dan hukum islam memiliki peran dalam
mendamaikan pribadi dengan kepentingan kolektif. Sementara menurut pandangan
kaum utilitarianisme ukuran satu-satunya untuk mengukur keadilan adalah
seberapa besar dampaknya bagi kesejahteraan manusia. Kesejahteraan individual
dapat saja dikorbankan untuk manfaat yang lebih besar.[7]
Berbagai
kasus yang berserakan sekarang ini merupakan cerminan tidak dihargainya secara konsisten sebuah hukum dalam sebuah
kerangka sistem. Malah cenderung
difungsikan sesuai dengan selera masing-masing penggunanya. pengertian yang hakiki berkaitan dengan arti sebagai keadilan. Apabila suatu yang konkret yaitu undang undang,
bertentangan dengan prinsip keadilan, maka
itu tidak bersifat normative lagi. Secara teknis adil merupakan unsur konstitutif yang ada dalam diri manusia.
Mengapa sifat adil itu dianggap sebagai bagian konstitutif ?, Alasannya adalah
karena dianggap sebagai tugas etis
manusia di dunia. Artinya manusia berkewajiban membentuk suatu kehidupan yang
baik dengan mengaturnya secara adil.
Penegak atau orang yang bertugas menerapkan hukum mencakup ruang lingkup yang sangat
luas. Sebab, strata hukum yang ada dapat dilihat dari bermacam-macam sudut.
Para professional hukum, seperti hakim, jaksa, advokat yang bekerja di
pemerintahan, akan melihat dan mengartikan hukum sebagai suatu bangunan
perundang-undangan. Bagi mereka tidak ada keraguan lagi, bahwa hukum itu tampil
dan ditemukan dalam wujud perundang-undangan tersebut. oleh karena pekerjaan
mereka mengharuskan berprgang teguh dengan prinsip demikian itu. Ibarat dokter
bekerja dengan stetoskop, maka para profesional hukum bekerja dengan undang
undang. Di sini otoritas perundang-undangan adalah demikian besar.
Berbeda
dengan golongan tersebut di atas,
ilmuwan hukum melihat hukum sebagai suatu objek yang dipelajari, yang
tujuannnya adalah untuk mencari kebenaran. Bagi mereka ini, hukum itu bukan barang sakral yang tidak boleh
dipertanyakan atau dipersoalkan lagi yang semata-mata dengan alasan bahwa itu
sudah menjadi undang-undang. Kepedulian
mereka adalah untuk menemukan kebenaran tentang hukum.
Tugas
utama hakim adalah untuk memberi keputusan, bukan menghadiahkan keadilan
berdasarkan persekongkolan. Namun kenyataanya
banyak keputusan pengadilan mencerminkan kontaminasi keadilan tidak
sehat. Sehingga bentuk pengendalian sosial secara otomatis akan muncul.
Tindakan individu maupun massa yang dari optic yuridis dapat digolongkan
sebagai tindakan main hakim sendiri (eigentricht), pada hakikatnya merupakan
wujud pengendalian diri oleh masyarakat. Karena sudah semakin tampak benar oleh
mata hati masyarakat bahwa equal justice under law masih merupakan lips service
atau hanya bahan retorika belaka para petinggi hukum. Kondisi keterpurukan
hukum di Indinesia saat ini, hanya mungkin diatasi jika para penegak hukum
lebih banyak bertanya kepada hati nuraninya, daripada perutnya, sehingga dapat disebut adil oleh masyarakat.
maka para penegak hukum harus mampu mengimplementasikan melalui putusan hukum
di pengadilan.
C. Perspektif Keadilan Dalam Lingkup Nasional
Pandangan
keadilan dalam lingkup nasional bersumber
pada dasar negara. Pancasila sebagai dasar negara atau falsafah negara
(fiolosofische grondslag) sampai sekarang tetap dipertahankan dan masih tetap
dianggap penting bagi negara Indonesia. Secara aksiologis, bangsa Indonesia
merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subcriber of values Pancasila).
Bangsa Indonesia yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan,
yang berkerakyatan, dan yang berkeadilan sosial[8].
Sebagai
pendukung nilai, bangsa Indnesialah yang
menghargai, mengakui, serta menerima Pancasila sebagai sesuatu yang
bernilai. Pengakuan, penghargaan, dan penerimaan Pancasila sebagai
sesuatu yang bernilai itu akan tampak merefleksikan dalam sikap, tingkah laku,
dan perbuatan bangsa Indonesia. Kalau pengakuan, penerimaan, atau penghargaan
itu direfleksikan dalam sikap, tingkah laku, serta perbuatan manusia, dan
bangsa Indonesia dalam hal ini sekaligus adalah pengembannya dalam sikap,
tingkah laku, dan perbuatan masyarakat Indonesia. Oleh karenanya Pancasila
sebagai suatu sumber tertinggi dan
sebagai rasionalitasnya sumber nasional
bangsa Indonesia. Pandangan keadilan dalam
nasional bangsa Indonesia tertuju pada dasar negara, yaitu Pancasila,
yang mana sila kelimanya berbunyi : “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Yang menjadi persoalan sekarang adalah apakah yang dinamakan adil
menurut konsepsi nasional yang bersumber
pada Pancasila.[9]
Setiap
negara mengakomodir keadilan dalam prinsip peri kehidupan negara. Terlebih
dalam norma yang dipatutkan bagi berlakunya sejuta peraturan yang
diundang-undangkan, wilayah kehidupan negara yang dibatsi akan teritorial suatu
negara, namun senyatanya keadilan lah yang hadir sebagai penggalan yang
dijadikan sebuah aturan perang (misalnya) yang terbungkus dalam suatu norma.
Roscoe pound berpendapat bahwa hukum itu berfungsi untuk menjamin keterpaduan
sosial dan perubahan tertib sosial dengan cara menyeimbangakan konflik
kepentingan yang meliputi:
1.
Kepentingan-kepentingan
individual (kepentingan-kepentingan privat dari warga negara selaku perseorangan).
2.
Kepentingan-kepentingan
sosial.
3.
Kepentingan-kepentingan
publik (khusunya kepentingan-kepentingan negara).
Dalam
rangka menyeimbangkan konflik kepentingan dalam masyarakat tersebut, maka hukum
negara harus berhakikat kepada keadilan dan kekuatan moral. sebab tanpa adanya
keadilan dan moralitas, maka hukum akan kehilangan supremasi dan ciri
independennya. Sebaliknya, ide keadilan dan moralitas akan penghargaan terhadap
kemanusiaan hanya akan memiliki nilai dan manfaat jika terwujud dalam hukum
formal dan hukum materil, serta diterapkan dalam kehidupan masyaraat. Keadilan
dalam hukum formal dan hukum materil tersebut sebenarnya merupakan suatu
keadaan keseimbangan dan keselarasan yang membawa ketentraman didalam hati
orang, yang apabila diganggu akan mengakibatkan goncangan. Hukum akan
bersupremasi (memiliki kekuasaan tertinggi) jika memiliki kekuatan moral yang
berupa keadilan.[10]
Menurut
Kahar Masyhur dalam bukunya mengemukakan pendapat-pendapat tentang apakah yang
dinamakan adil, terdapat tiga hal tentang pengertian adil.
1.
meletakkan
sesuatu pada tempatnya.
2.
menerima
hak tanpa lebih dan memberikan hak orang lain tanpa kurang.
3.
memberikan
hak setiap yang berhak secara lengkap tanpa lebih tanpa kurang antara sesama
yang berhak dalam keadaan yang sama, sesuai dengan kesalahan dan pelanggaran.
Untuk
lebih lanjut menguraikan tentang keadilan dalam perspektif nasional, terdapat diskursus penting tentang
adil dan keadilan sosial. Adil dan keadilan adalah pengakuan dan perlakuan
seimbang antara hak dan kewajiban, yang mana dapat dilakukan dengan pengakuan
hak hidup orang lain, maka dengan sendirinya diwajibkan memberikan kesempatan
kepada orang lain tersebut untuk mempertahankan hak hidupnya.
Konsepsi
demikian apabila dihubungkan dengan sila kedua dari Pancasila sebagai
sumber nasional bangsa Indonesia, pada
hakikatnya menginstruksikan agar senantiasa melakukan perhubungan yang serasi antar manusia secara individu
dengan kelompok individu yang lainnya sehingga tercipta hubungan yang adil dan
beradab.
Keadilan
sosial menyangkut kepentingan masyarakat dengan sendirinya individu yang
berkeadilan sosial itu harus menyisihkan kebebasan individunya untuk
kepentingan Individu yang lainnya,
keadilan nasional hanya mengatur keadilan bagi semua pihak, oleh
karenanya keadilan didalam perspektif
nasional adalah keadilan yang menserasikan atau menselaraskan
keadilan-keadilan yang bersifat umum diantara sebagian dari keadilan-keadilan
individu. Dalam keadilan ini lebih menitikberatkan pada keseimbangan antara
hak-hak individu masyarakat dengan kewajiban-kewajiban umum yang ada didalam
kelompok masyarakat hukum.[11]
Masyarakat
Indonesia yang pernah dijajah lama oleh bangsa lain sebaiknya meninggalkan
praktik yang mencerminkan bahwa hukum itu sebagai alat penguasa untuk memerintah
rakyat yang dikuasainya. Dengan demikian tercermin law is morality dan law is
right. Persamaan dihadapan hukum bagi
setiap warga Negara Indonesia merupakan tujuan
dalam mewujudkan keadilan dan sebagai norma hukum. Seperti halnya
dirumuskan dalam pasal 27 ayat 1 “Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di
dalam dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya”. Penegakan sering kali
tidak mengindahkan prinsip “equality before the law”, sehingga menghasilkan
perilkau diskriminatif, hal ini akan berakibat pada tatanan sistem aturan, sekaligus akan
mencederai serta kegagalan dalam melaksanakan sistem yang menimbulkan citra
buruk pada semua kalangan masyarakat yang bermoral, termasuk masyarakat
internasional. Bila kita bersepakat bahwa muara dari pembangunan sistem
nasional adalah terbagunnya sistem
nasional yang berkeadilan, maka kita harus melanjutkan upaya untuk
mengoreksi setiap elemen sistem baik pada arus pradigmatik maupun arus
teknikalnya.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari beberapa
perumusan tentang hukum yang diberikan oleh para srjana hukum di atas, dapat
diambil kesimpulan bahwa hukum itu itu meliputi beberapa unsur, seperti:
·
Peraturan
mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
·
Peraturan
itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
·
Peraturan
itu bersifat memaksa, dan
·
Sanksi
terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
Antara Hukum
dan Keadlian saling terkait seperti dua sisi mata uang, hukum tanpa keadilan
dapat diibaratkan layaknya badan tanpa jiwa, sedangkan keadilan tanpa hukum
akan dilaksanakan sesuai dengan keinginan atau intuisi yang di dalam mengambil
keputusan mempunyai ruang lingkup dikresi yang luas serta tidak ada keterkaitan
pada perangkat aturan.
Hukum sebagai
kategori moral serupa dengan keadilan, pernyataan yang ditujukan untuk
pengelompokan sosial tersebut sepenuhnya benar, yang sepenuhnya mencapai
tujuannya dengan memuaskan semua. Rindu akan keadilan yang dianggap secara
psikologis, adalah kerinduan abadi manusia akan kebahagiaan, yang tidak bisa
ditemukanya sebagai seorang individu dan karenanya mencarinya dalam masyarakat.
kebahagiaan sosial dinamakan keadilan. Kata “keadilan” tentu saja juga
digunakan dalam pengertian hukum, dari segi kecocokan dengan hukum positif,
terutama kecocokan dengan undang-undang. Jika sebuah noram umum diterapkan pada
satu kasus, tetapi tidak diterapkan pada kasus sejenis yang muncul, maka
dikatakan tidak adil, dan ketidakadilan tersebut terlepas dari beberapa
pertimbangan nilai noram umum itu sendiri. Meurut pemakain kata-kata ini,
menganggap sesuatu adil hanya mengungkapkan nilai kecocokan relatif dengan
sebuah norma, adil hanya kata lain dari kata benar. Berbagai kasus yang
berserakan sekarang ini merupakan cerminan tidak dihargainya secara konsisten sebuah hukum dalam sebuah
kerangka sistem. Malah cenderung
difungsikan sesuai dengan selera masing-masing penggunanya.
Setiap negara
mengakomodir keadilan dalam prinsip peri kehidupan negara. Terlebih dalam norma
yang dipatutkan bagi berlakunya sejuta peraturan yang diundang-undangkan,
wilayah kehidupan negar yang dibatsi akan teritorial suatu negara, namun
senyatanya keadilan lah yang hadir sebagai penggalan yang dijadikan sebuah
aturan perang (misalnya) yang terbungkus dalam suatu norma. Roscoe pound
berpendapat bahwa hukum itu berfungsi untuk menjamin keterpaduan sosial dan
perubahan tertib sosial dengan cara menyeimbangakan konflik kepentingan.
Persamaan dihadapan bagi setiap warga
Negara Indonesia merupakan tujuan dalam
mewujudkan keadilan dan sebagai norma hukum. Seperti halnya dirumuskan dalam
pasal 27 ayat 1 “Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya”. Penegakan sering kali tidak
mengindahkan prinsip “equality before the law”, sehingga menghasilkan perilkau
diskriminatif, hal ini akan berakibat pada
tatanan sistem aturan , sekaligus akan mencederaii serta kegagalan dalam
melaksanakan sistem yang menimbulkan citra buruk pada semua kalangan masyarakat
yang bermoral termasuk masyarakat internasional.
B.
Penutup
Alhamdulillah
kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang secara tidak langsung telah membimbing
kami dalam pembuatan tulisan ini. Dan juga pemakalah sadar akan banyaknya
kekurangan dalam pembuatan tulisan ini. Untuk itu, dengan segenap kerendahan
hati, pemakalah bermaksud meminta kritik dan saran dari para pembaca, yang
tentu saja kritik dan saran yang tetap pada koridor membangun bagi sang
pemakalah, dan semoga Allah selalu senantiasa meridhoi setiap langkah kita, dan
selalu membimbing kita ke arah jalan yang benar, Amiin.
DAFTAR
PUSTAKA
http://kuliahtugas.com/2016/04/penerapan-hukum-dalam-kaum-legalistik.html,
Diakses pada tanggal 07 Oktober 2018, Pukul 01:00
http://pengertia.blogspot.com/2015/03/pengertian-hukum-menurut-para-ahli.html,
Diakses pada tanggal 07 Oktober 2018, Pukul 01:00.
http://nyaribahan-kuliah.blogspot.com/teori-keadilan-menurut-doktrin.html,
Diakses pada tanggal 08 Oktober pukul 03:00.
http://nyaribahan-kuliah.blogspot.com/teori-keadilan-menurut-doktrin.html,
Diakses pada tanggal 08 Oktober pukul 03:00.
http://lawjournal.com/article=2480245240/, Diakses
pada tanggal 08 Oktober 2018 pukul 09:30 Wita.
http://legalakses.com/masyarakat-hukum/, Diakses pada
tanggal 06 Oktober 2018 pukul 04:00 Wita.
Arinanto, Satya. Ninuk Triyanto. 2009. Memahami
Hukum. Jakarta; Rajawali Pers.
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka,
Erwin, Muhamad. 2012. Filsafat Hukum; Refleksi Kritis Terhadap
Hukum. Jakarta; Rajawali Pers. Ed 1. Cet 2.
K. Lubis, Suhrawardi. 1994. Etika Profesi Hukum,
Jakarta: Sinar Grafika.
Kansil, C.S.T. 1982. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata
Hukum Indonesia , Jakarta: Balai Pustaka.
Kelsen, Hans.
2009. Pengantar Teori Hukum (Introduction To The Problems Of Legal
Theory ). Penj; Siwi Purwandari. Bandung:
Nusa Media.
[1] http://kuliahtugas.com/2016/04/penerapan-hukum-dalam-kaum-legalistik.html,
Diakses pada tanggal 07 Oktober 2018, Pukul 01:00.
[2] http://pengertia.blogspot.com/2015/03/pengertian-hukum-menurut-para-ahli.html,
Diakses pada tanggal 07 Oktober 2018, Pukul 01:00.
[3] Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, hlm 74
[4] http://nyaribahan-kuliah.blogspot.com/teori-keadilan-menurut-doktrin.html,
Diakses pada tanggal 08 Oktober pukul 03:00.
[6] http://wkyes.blogspot.com/teori-keadilan.html,
Diakses pada tanggal 03 Oktober 2018 pukul 09:00.
[8] http://perspektifhukum.co.id/perspektif-keadilan,
Diakses pada tanggal 05 Oktober 2018 pukul 09:00 Wita.
[9] http://wkyes.blogspot.com/konsep-dalam-pancasila.html,
Diakses pada tanggal 08 Oktober 2018 pukul 09:00 Wita
[10] http://lawjournal.com/article=2480245240, Diakses pada tanggal 08 Oktober 2018 pukul
09:30 Wita.
[11][11] http://legalakses.com/masyarakat-hukum, Diakses pada tanggal 06 Oktober 2018 pukul
04:00 Wita.
0 komentar:
Post a Comment